Powered By Blogger

Kamis, 20 Mei 2010

sistem penentuan posisi ROV di bawah laut


Sistem ROV pada umumnya bekerja diatas wahana apung seperti kapal, barge, atau rig. Bila sistem ROV dipasang diatas kapal, maka posisi ROV di bawah laut akan mengacu pada titik referensi di kapal. Untuk keperluan survei, kapal biasanya menggunakan DGPS (Differential Global Positioning System) sebagai penentuan posisi utamanya. Sedangkan untuk posisi di bawah laut, sistem ROV dilengkapi dengan alat penentuan posisi bawah laut menggunakan gelombang suara (Acoustic Underwater Positioning). Salah satu metode ini adalah Ultra Short BaseLine (USBL), yang akan mengukur jarak, kedalaman, dan azimut ROV terhadap transduser USBL yang dipasang di kapal.
Posisi ROV dan data navigasi lainnya, dalam sistem koordinat tertentu akan didapat dan melalui perangkat lunak navigasi tertentu, akan dikirimkan secara real time ke ruang kontrol ROV.

Sistem ROV disamping menggunakan teknologi mutakhir, juga didukung oleh sumber daya manusia yang profesional di bidangnya. Dukungan peralatan suku cadang dan training bagi para operatornya selalu dilakukan secara periodik.
Penerapan khususnya di bidang riset di Indonesia harus terus ditingkatkan, disamping kerjasama dengan pihak asing, juga diharapkan teknologi ROV dapat dikuasai oleh bangsa kita sendiri nantinya.
Posted by AbuSalman at 2:22 PM
Labels: Hydrographer

Remotely Operated Vehicle (ROV) dan Data Satelit untuk Membantu Studi Perilaku Penyu


(KeSimpulan) Para peneliti menggunakan remotely operated vehicle (ROV) dan data satelit terkait untuk mempelajari lebih banyak tentang perilaku penyu di daerah penangkapan ikan komersial dan untuk mengembangkan cara-cara baru dalam menghindari penangkapan penyu oleh nelayan. Pertama kalinya sebuah ROV digunakan untuk mengikuti kura-kura di alam liar sebagai upaya mengetahui perilaku dan bagaimana mereka berinteraksi dengan habitatnya.

Heather Haas, Henry Milliken, Kimberly Murray, dan Eric Matzen dari NOAA's Northeast Fisheries Science Center (NEFSC) laboratory di Woods Hole, Mass, bersama dengan rekannya Ron Smolowitz dan Matius Weeks dari Coonamessett Farm di East Falmouth, Mass, telah melacak dua remaja loggerhead turtle dengan tag yang terhubung satelit sejak Agustus. Kedua penyu telah diikuti sejak 24 Agustus ketika mereka ditangkap di New Jersey dan dilengkapi dengan data yang terhubung dengan satelit yang terus-menerus merekam temperatur air, kedalaman, lokasi dan waktu. Kura-kura ini sekarang berada di sekitar 30 mil dari North Carolina.

"Memahami perilaku mereka di laut, seperti di mana dan kapan mereka pergi ke dalam perairan, bisa membantu kita mengurangi kemungkinan mereka tertangkap dalam jaring dan kapal keruk," kata Haas seperti dikutip untuk sciencedaily. Dengan dukungan dari industri perikanan komersial, tim ilmuwan penyu Jeff Seminoff dari NOAA's Southwest Fisheries Science Center lab in La Jolla, Calif, menghabiskan tiga hari pada akhir Agustus menumpang kapal kerang komersial kapal F/V Kathy Anne dari Barnegat Light, NJ, berusaha untuk menangkap dua remaja kura-kura loggerheads untuk ditandai.

Pada tanggal 24 Agustus, tim menerima data. Instrumen log dan penyimpan data harus ditempelkan pada kura-kura paling sedikit enam bulan dan dapat tetap melekat selama 18 bulan atau lebih. Mengirim data ke laboratorium melalui satelit ketika hewan berada di permukaan laut. Sejak perangkat terpasang, kura-kura terletak di kedalaman air antara 165 dan 230 feet dan di suhu antara 50 Fahrenheit di dasar laut sampai 72 derajat Fahrenheit di permukaan laut. Suhu merupakan hal yang penting karena jika air terlalu dingin bisa membuatnya terdampar, seperti yang sering terjadi pada musim gugur.

Haas, Milliken, Matzen dan Murray semua bekerja di Woods Hole Fisheries lab's Protected Species Branch, yang mempelajari mamalia laut, penyu laut, dan burung-burung laut. Kura-kura Loggerhead, merupakan penyu laut yang paling umum di perairan pantai AS, spesies yang terancam punah di bawah regulasi Endangered Species Act. Smolowitz telah bekerja bersama sejak tahun 2002 di NEFSC group, berusaha untuk mempelajari lebih lanjut tentang kura-kura laut. Dia telah menerima sejumlah hibah untuk penelitian dan program perikanan di Atlantik. Dia juga telah dikontrak oleh NEFSC mengembangkan teknologi untuk mengurangi jumlah kura-kura yang terperangkap di kapal keruk, seperti perangkat yang membelokkan kura-kura dari lokasi penggerukan laut.

"Industri komersial memahami pentingnya penelitian ini dan sangat mendukung usaha kami untuk memahami dan mengurangi penangkapan penyu. Mengetahui lebih banyak akan meningkatkan kemampuan kita untuk mengurangi dan memperkirakan distribusi. Tag dan ROV gambar akan memberikan wawasan, tetapi hanyalah awal," kata Milliken. Peneliti memberi perhatian khusus terhadap perilaku penyu, termasuk mengamati mereka makan, berenang, bagaimana mereka berinteraksi dengan dasar laut dan dengan satu sama lain di alam liar.

Rabu, 12 Mei 2010

Survey dan Perbaikan Pipa Gas dengan alat ROV

Remotely operated underwater vehicles (ROVs) merupakan nama yang digunakan untuk robot di dunia industri lepas pantai. ROV sangat bermanfaat dan mudah dilepas dan dioperasikan dari kapal. Robot ini dihubungkan dengan kabel dan dilengkapi dengan video camera dan peralatan lainnya untuk survey dan pekerjaan bawah laut. Sistem tenaga hidraulik yang besar terdapat pada alat ini. Peralatan tambahan dapat pula dipasang pada ROV, seperti sonar, magnetometer, pemotong dan lain-lain.

Salah satu aplikasi penggunaan peralatan ROV ini adalah survey dan perbaikan pipa dibawah laut, yaitu survey posisi dan pemetaan dasar laut untuk melihat keamanan pipa dan jaringannya. Bila pipa dan jaringannya dibiarkan begitu saja maka akan timbul kerugian yang besar apalagi kalau pipa itu pecah dan meledak, maka pasokan gas akan terputus. Oleh karena itu seringkali kegiatan survey ini selalu bersamaan dengan perbaikan pipa atau dikenal dengan rektifikasi pipa.

Ini merupakan proyek atau pekerjaan oceanografi yang besar dan mahal disamping membutuhkan peralatan ROV, manusia yang berkeahlian dan kapal survey. Kapal surveynya sendiri juga mempunyai peralatan dynamic position (DP) yaitu semacam baling-baling atau thruster. Hal ini diperlukan, karena kapal tidak boleh buang jangkar ditengah laut pada saat survey sehingga tidak mengganggu pipa-pipa yang akan disurvey dan direktifikasi.

Pipa gas dan jaringannya terhampar begitu saja dibawah laut, kondisi topografi bawah laut itu seperti halnya didarat, turun naik, berbukit-bukit tingginya bervariasi antara 0 sampai 60 meter. Kondisi inilah yang menyebabkan pipa gas itu bebas atau yang sering disebut dengan istilah freespan, artinya pipa itu tidak didukung oleh penyangga diantara dua buah bukit. Freespan bisa panjang-panjang, kalau freespan-nya panjang maka perlu adanya penyangga biasanya digunakan karung-karung yang dicor semen. Karung-karung tersebut dengan nama grout bag. Pekerjaan itu semuanya ditangani oleh ROV. Ada juga istilah touch down untuk ujung-ujung pipa yang menempel atau menyentuh bukit diantara free span.

ROV tidak saja melakukan pekerjaan tersebut diatas, tetapi alat ini digunakan untuk memutar valve atau stop kran yang menghubungkan jaringan pipa dengan platform atau anjungan. Ada banyak ball-valve (BV) yang diputar dan ditutup atau dikenal dengan istilah exercise.

ROV seolah mata dan tangan kita, seolah-olah kita menyelam didasar laut. Kita seakan-akan menyelam dan bekerja dibawah laut. Pekerjaan ini mengasyikan, tetapi kalau datang arus kuat didasar laut dan juga di permukaan laut, hal itulah yang “kurang” mengasyikan. Kapal akan goyang, terkadang peralatan seperti laptop, digital camera dan alat penunjang lainnya terlempar dari meja kerja kita. Inilah tantangan bekerja di laut. Para oceanographer selalu membuat prediksi-prediksi harian tentang gelombang, cuaca, arah angin, tinggi gelombang laut, wave, petir, hujan dan lain sebagainya yang dapat diperoleh informasinya dari platform dan stasiun terdekat, serta Radar di kapal survey. Bila kita amati di radar kapal survey, maka akan termonitor kapal-kapal disekitar kita, dan pergerakan awan dan hujan disekitar kita dengan radius yang cukup besar. Tentu saja radar dapat mendeteksi kecepatan awan dan hujan berikut arahnya.

Awak kapal (vessel-crew) oceanographer, surveyor (geodesy) dan teknisi selalu melakukan latihan keselamatan kerja yang kita sebut sebagai safety drill. Safety drill adalah sangat penting, mengingat kita bekerja dilaut lepas yang rawan kecelakaan kerja.

Kegiatan Survey da Rektifikasi

Kegiatan survey dan rektifikasi pipa gas dan jaringannya yang menghubungkan antara platform atau anjungan yang berada di lepas pantai perairan barat Natuna atau dikenal dengan west Natuna Sea ini memerlukankan waktu sekitar 6 bulan, yang diselingi dengan pengambilan bahan-bahan seperti semen, batu kerikil dan makanan dari Batam. Sedangkan kapal survey berangkat dari Singapura. Inilah ironisnya, kapal-kapal survey itu selalu berlabuh di Singapura, tidak mau di Batam, karena alasan birokrasi di Indonesia yang terlalu rumit (njelimet dan bikin bingung), juga terlalu banyak pungutan liar atau setengah liar. Padahal dari sisi teknis pelabuhan di Batam sudah memadai untuk digunakan sebagai pelabuhan kapal-kapal survey.

Teknologi tepat guna bawah laut adalah dengan menebar atau menghampar kerikil didasar laut yang lembek atau dikenal dengan soft sea bad. Pada tanah yang lembek itu biasanya grout bag ambles dan posisinya menjadi tidak tegak, bahkan cenderung miring akibat adanya kekuatan arus bawah laut. Problem ini acapkali terjadi di periran Natuna Barat bagian utara. Hal ini berbeda dengan di bagian selatan yang dekat Batam dan Singapura yang sea bad nya cukup stabil. Mengapa hal ini terjadi? Ini yang masih harus dijawab oleh para oceanographer.

Banyak hal yang ditemukan pada saat survey seperti halnya fish-net yaitu jaring-jaring ikan yang menyangkut di pipa gas, marine grout (tumbuhan laut) yang menempel di pipa. ROV takut terhadap fish net ini, karena bisa merusak thruster atau baling-baling penggerak ROV. Kalau nyangkut ROV akan mati dan harus ditarik keatas. Ini sangat berat, karena ROV work class yang digunakan beratnya lebih dari 1 ton, tetapi bisa dikerek dengan alat katrol yang dilengkapi dengan mesin pengkerek ROV.



Klasifikasi ROV

ROV ada berbagai macam , ada yang kelas inspeksi (inspection-class) dan yang kelas kerja atau (work-class). ROV kelas inspeksi seperti gambar dibawah ini :


ROV sea eye falcon ini kecil dan agak ringan, biasanya digunakan untuk survey dan pekerjaan test karat (catodhic protection) konstruksi platform dan bangunan air lepas pantai, sedangkan yang work-class seperti dibawah ini:



ROV inilah yang digunakan untuk survey dan rektifikasi pipa gas bawah laut.



Survey dan Perbaikan Pipa Gas dengan alat ROV

di Area Kerja ConocoPhillips (West Natuna Sea)

Ir.H.Hasanuddin WM.,MSc*

Mengungkap Misteri Laut-Dalam Bersama ROV

KabarIndonesia - Dewasa ini, perkembangan teknologi bawah air meningkat sangat pesat. Fenomena termutahir terjadi pada awal Agustus 2007 dengan ditemukannya kotak hitam pesawat Adam Air yang telah dinyatakan hilang di perairan laut Masalembo Sulawesi Barat.

Kesuksesan mengangkat black box (kotak hitam) milik maskapai Adam Air yang hilang di perairan Masalembo setelah kurang lebih 6 (enam) bulan lamanya sejak bulan Januari 2007, telah membuka mata lebar-lebar betapa kecanggihan teknologi robotic, yang dalam kasus ini disebut Remote Operated Vehicle (ROV), telah begitu sangat vital dalam pekerjaaan laut dalam yang tidak bisa dijangkau oleh jasad manusia.

ROV yang berbentuk kapal selam mini tanpa awak ini dikendalikan dari kapal EDT Offshore milik Phoenix International, sebuah perusahaan yang berkantor pusat di Chicago, Amerika Serikat. Dengan kemampuan menyelam yang mencapai 6.000 meter di bawah permukaan laut, membuat ROV tidak kesulitan untuk mengangkat black box Adam Air yang hanya berada di kedalaman 2.000 meter.

Pada fenomena lain, setahun setelah badai Tsunami berlalu, para peneliti dari Jepang dan Indonesia melakukan pelayaran ke perairan Aceh dengan kapal R/V Natsushima, milik Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology (JAMSTEC) guna mendeteksi penyebab terjadinya bencana tsunami 26 Desember 2004 tersebut melalui rekahan lempengan dan biota laut dengan menggunakan sebuah robot ROV. Hasil dari penelitian ini akan menjadi acuan bagi para peneliti untuk memprediksi gempa-gempa atau tsunami berikutnya.

Sebelumnya, pada bulan Mei 2005, juga telah dilakukan sebuah proyek dengan nama Sumatra Earthquake and Tsunami Offshore Survey (SEATOS 2005). Proyek ini melibatkan ilmuwan mancanegara dari berbagai bidang ilmu seperti seismologi, geofisika, biologi, dan tsunami, yang tujuannya melakukan investigasi tentang perubahan yang terjadi di dasar lautan India, pasca tsunami. Survei tersebut dilakukan di atas kapal survei M/V Performer milik Oceaneering International, Houston, Texas, yang antara lain menggunakan ROV Magellan 825, ROV yang bisa beroperasi sampai dengan kedalaman 7500 m.





. PENJELAJAH LAUT DARI BOGOR

Sungguh berat tugas Liliek Litasari. Kepala Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kepulauan Seribu ini harus merehabilitasi terumbu karang di 110 gugusan pulau kecil dengan luas perairan sekitar 699.750 hektare. Sebagian besar kawasan ini rusak akibat penggunaan potasium nelayan dan pencemaran di pesisir pantai utara. Salah satu solusinya, Liliek gencar membuat terumbu buatan atau fish shelter.

Terumbu buatan itu ditenggelamkan di dasar laut dengan kedalaman bervariasi, 5-45 meter, sebagai tempat perlindungan dan berkumpulnya ikan. Kini, ada ribuan terumbu buatan di 25 titik di Kepulauan Seribu. "Terumbu karang buatan bisa berkembang 1 sentimeter per tahun," kata Liliek pekan lalu.

Terumbu karang buatan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setiap enam bulan, Liliek menerjunkan para penyelam untuk mencatat perkembangan ekosistem bawah laut. "Tapi penyelam sulit menjangkau kedalaman lebih dari 20 meter," katanya. Dibutuhkan alat atau teknologi yang mendukung program rehabilitasi terumbu karang ini.

Permasalahan Liliek dijawab para peneliti Institut Pertanian Bogor. IPB mengembangkan sebuah wahana pendukung kegiatan observasi dan pengamatan bawah air. Lahirlah RJ 45 atau robot jelajah bawah air dengan kedalaman maksimal 45 meter. RJ 45 meraih penghargaan dari Kementerian Riset dan Teknologi sebagai salah satu inovasi paling prospektif sepanjang 2009.

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Indra Jaya menjelaskan RJ 45 merupakan salah satu wahana bawah air sejenis remote operating vehicle (ROV), yang dilengkapi dengan sistem video, baling-baling (propeller), sistem pengendali, kabel, dan catu daya. "Ide awalnya memang untuk mengevaluasi fish shelter di Kepulauan Seribu," katanya.

ROV bisa disebut sebagai kapal selam mini tanpa awak yang berguna untuk menjelajahi kedalaman lautan. Selain untuk kepentingan konservasi alam dan lingkungan, teknologi ini bermanfaat mengeksplorasi dasar laut. Maklum, ketertarikan manusia menyingkap misteri laut semakin kuat. Kalangan akademisi, militer, dan pebisnis pun terus berlomba-lomba menelusuri isi perut bumi. Terlebih bagi Indonesia yang dikenal sebagai negara maritim. Kepulauan republik ini memiliki garis pantai sepanjang 81 ribu kilometer. "Eksplorasi laut di Indonesia mempunyai nilai ekologis dan ekonomis tinggi," kata Indra.

Teknologi ROV memang tidak baru. Awalnya ROV dikenalkan oleh Dimiri Rebikoff, ahli teknik asal Prancis, pada 1953. Selanjutnya, Amerika Serikat menjadi motor utama pengembangan teknologi jelajah bawah laut ini. Pada perkembangannya, ROV makin mampu menyelam lebih dalam. Salah satu penjelajah bawah laut yang spektakuler dibuat oleh Amerika. Penyelam canggih yang dikendalikan dari kapal EDT Offshore milik Phoenix International, sebuah perusahaan yang berkantor pusat di Chicago, ini mampu menyelam hingga kedalaman 6.000 meter. ROV inilah yang menemukan kotak hitam pesawat Adam Air yang tenggelam di perairan Sulawesi Barat pada kedalaman 2.000 meter, pada 2007.

Indra menjelaskan RJ 45 tidak bisa dibandingkan dengan ROV buatan luar negeri yang mampu menjelajahi lautan hingga ribuan meter. "RJ 45 cocok untuk laut dangkal," katanya.

Mengapa IPB yang kajian utamanya di bidang pertanian mengembangkan robot bawah air? Indra menjawab bahwa sejak awal IPB berdiri pada 1963 telah dibentuk Fakultas Perikanan. Selanjutnya berkembang menjadi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada 1996. Jadi, kata Indra, IPB sejak awal telah berkecimpung di dunia bawah air dan dunia kelautan.

Kehadiran RJ 45 merupakan inisiatif awal dalam pengembangan wahana bawah air bagi keperluan perikanan dan kelautan, khususnya dalam membantu mendapatkan gambaran tentang kondisi bawah air. "Ini penting bagi IPB yang diberi mandat mengembangkan bidang perikanan dan kelautan," katanya. Tanpa inisiatif awal, tidak akan pernah ada langkah nyata untuk meneliti kekayaan kelautan di Indonesia.

RJ 45 terdiri atas rangka baja antikarat berbentuk kubus yang berfungsi meletakkan badan ROV. Badan ROV sendiri berbentuk tabung yang sengaja diletakkan di tengah-tengah rangka penyangga. Bagian depan tabung ROV dilengkapi kaca tahan air yang berguna untuk menempatkan kamera agar bisa melihat ke kedalaman laut. Bagian samping dan belakang penyangga dilengkapi baling-baling-pengganti sirip pada ikan-untuk mengendalikan robot bergerak bebas. Ada juga lampu sorot untuk melihat dasar laut yang gelap. ROV buatan IPB ini tak lebih besar daripada televisi 21 inci.

Bagaimana RJ 45 seberat 20 kilogram ini menyelam di lautan? Peneliti RJ 45, Ayi Rahman, mengatakan sistem pengendali RJ 45 dilakukan dengan bantuan joystick yang terhubung dengan laptop. Gerakan RJ 45 ke kanan-kiri, muka-belakang, dan atas-bawah dalam kolom air dilakukan dengan bantuan baling-baling. RJ 45 terhubung dengan pengendali melalui kabel. Adapun catu daya disuplai melalui genset berdaya 1.000 watt yang dioperasikan dari atas kapal.

RJ 45 dilengkapi dengan kamera video bawah air. Sistem ini khusus dibuat agar kondisi bawah air dapat diketahui melalui pemantauan yang terus-menerus, khususnya di lokasi-lokasi yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai lokasi yang perlu dikonservasi. Demikian pula dengan pengecekan kabel dan pipa bawah laut dapat dilakukan dengan memanfaatkan wahana seperti ROV atau sejenis RJ 45. "Kita bisa mengobservasi sekaligus mengambil data, seperti menjelajahi bawah air untuk mencari kapal karam, SAR atau penyelamatan," ujar Ayi.

Ayi menjelaskan RJ 45 masih dalam tahapan pengembangan yang memerlukan modifikasi dan penyempurnaan. Sampai saat ini statusnya masih uji coba, belum dilepas atau dioperasikan secara penuh oleh instansi tertentu. Ada kelemahan mendasar RJ 45 yang wajib disempurnakan, di antaranya sistem kendali dan sistem kabel yang sering melilit bila diempas gelombang laut.

Pengembangan RJ 45 dilakukan atas kerja sama dan kemitraan dengan Suku Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Seribu. Selama ini respons yang diperoleh cukup positif, walaupun biaya yang dikeluarkan belum dapat dikuantifikasi secara terperinci. Proses panjang pengembangan RJ 45 telah dimulai sejak 2007. Perencanaan, perancangan dan konstruksi, uji coba lab dan lapangan, sampai penyempurnaannya dilakukan secara mandiri oleh IPB.

Sedikitnya dibutuhkan waktu lebih dari setahun. Para peneliti membuat sendiri bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pengembangan RJ 45. "Kami gunakan bahan-bahan yang sudah tersedia di dalam negeri, sebagian lainnya sudah tersedia di laboratorium di Darmaga," kata Ayi.

Meski kampus yang berlokasi di Darmaga, Bogor, telah melahirkan prototipe kapal jelajah laut pertama, Indra Jaya jauh dari puas. Rencananya IPB akan mengembangkan RJ 45 agar bisa menjangkau kedalaman 200 meter. Artinya, RJ 45 yang merupakan ROV diarahkan menjadi autonomous underwater vehicle (AUV) yang beroperasi di laut dalam. Model robot AUV memungkinkan penelitian di bawah laut tidak mengandalkan robot yang terhubung dengan kabel di atas permukaan laut. "Butuh beberapa tahun lagi," kata Indra.

Masalahnya, Kepulauan Seribu membutuhkan teknologi yang murah, mudah, dan cepat untuk merehabilitasi laut. "Produk dalam negeri bisa menjadi solusi," kata Liliek.

Rudy Prasetyo, Diki Sudrajat (Bogor)

ROV (Remotely Operated Vehicle) dan Aplikasinya


Definisi ROV (Remotely Operated Vehicle) menurut Marine Technology Society ROV Committee's dalam "Operational Guidelines for ROVs" (1984) dan The National Research Council Committee's dalam "Undersea Vehicles and National Needs" (1996) adalah pada dasarnya sebuah robot bawah laut yang dikendalikan oleh operator ROV, untuk tetap dalam kondisi yang aman, pada saat ROV bekerja di lingkungan yang berbahaya.

Remote Operation Vehicle (ROV) secara luas dikenal sebagai nama umum bagi kapal selam mini yang kerap digunakan pada industri minyak dan gas lepas pantai. Kapal selam ini tak berawak, tapi dioperasikan dari kapal lain. Keduanya terhubung melalui kabel yang berfungsi juga sebagai penambat.
ROV tersusun dari satu set pengapung besar di atas sasis baja atau aluminium agar. Pengapung itu biasanya terbuat dari busa sintetis. Di bagian bawah konstruksi terpasang alat-alat sensor yang berat. Komposisi ini--komponen ringan di atas dan berat di bawah--akan menghasilkan pemisahan yang besar antara pusat apung dan pusat gravitasi. Maka alat ini pun lebih stabil di dasar laut saat melakukan tugas-tugasnya.
ROV memiliki kemampuan manuver yang tinggi. Kabel tambat berfungsi mengirimkan energi listrik serta data video dan sinyal. Saat bertugas memasang kabel-kabel listrik tegangan tinggi, ROV biasanya ditambahkan tenaga hidrolik.

Sistem ROV terdiri atas vehicle (atau sering disebut ROV itu sendiri), yang terhubung oleh kabel umbilical ke ruangan kontrol dan operator di atas permukaan air (bisa di kapal, rig atau barge). Yang paling juga adalah sistem kendali, sistem peluncuran dan sistem suplai tenaga listrik maupun hidrolik. Melalui kabel umbilical, tenaga listrik dan hidrolik, juga perintah-perintah, atau sinyal-sinyal kontrol, disampaikan dari ruang kontrol ke ROV, secara dua arah. ROV dilengkapi dengan peralatan atau sensor tertentu seperti kamera video, transponder, kompas, odometer, bathy (data kedalaman) dan lain-lain tergantung dari keperluan dan tujuan surveinya.



Kebanyakan ROV dilengkapi dengan kamera video dan lampu. Kemampuannya bisa ditingkatkan dengan menambahkan sonar, magnetometer, kamera foto, manipulator atau lengan robotik, pengambil sampel air, dan alat pengukur kejernihan air, penetrasi cahaya, serta temperatur.
Kabel-kabel ROV dilapisi dengan tabung penuh minyak agar terhindar dari korosi air laut. Alat pendorong dipasang di tiga lokasi agar menghasilkan kontrol penuh terhadap alat itu. Adapun kamera, lampu, dan lengan manipulator berada di bagian depan atau belakang.
Secara pasti siapa yang pertama kali membuat ROV tidak diketahui secara jelas. Namun setidaknya ada dua peristiwa penting, ketika diluncurkannya PUV (Programmed Underwater Vehicle) yang dibuat oleh Luppis-Whitehead Automobile di Austria pada tahun 1864. Sebutan ROV sendiri pertama kali dibuat oleh Dimitri Rebikoff tahun 1953, yang membuat ROV dengan nama POODLE. (Marine Technology Society). Angkatan Laut Amerika Serikat selajutnya mengembangkan teknologi ini. Dengan dukungan teknologi tinggi dasn pendanaan besar mereka mengembangkan ROV untuk mengangkat ranjau-ranjau di dasar laut dan peristiwa hilangnya bom atom di Spanyol pada kecelakaan pesawat di tahun 1966. Teknologi ROV ini dikembangkan sejak 1960-an oleh Angkatan Laut Amerika Serikat dengan tujuan awalnya untuk operasi penyelamatan dan pengambilan obyek di dasar laut.


Generasi berikutnya dengan semakin berkembangnya teknologi, ROV banyak digunakan untuk mendukung pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai. ROV pertama kali yang dilibatkan dalam hal tersebut adalah RCV-225 dan RCV-150 yang dibuat oleh HydroProducts, Amerika Serikat. Saa ini, pada saat kecenderungan eksplorasi minyak dan gas semakin dilakukan pada laut dalam, ROV telah menjadi suatu bagian yang penting dari operasional tersebut.
ROV terbagi atas berbagai tipe, tergantung dari kemampuan dan fungsi kerjanya. Ada Small Electric Vehicle, -ROV kecil, berdimensi mini untuk kedalaman kurang dari 300m, biasanya untuk keperluan inspeksi dan pengamatan, digunakan untuk inspeksi perairan pantai, juga untuk ilmiah, SAR, waduk, saluran air dan inspeksi nuklir.
Ada juga berdasarkan kemampuan kerjanya seperti tipe Work Class Vehicle, yang menggunakan listrik dan hidrolik sebagai sumber tenaganya. Sebagian besar tipe ini untuk mendukung pekerjaan pengeboran lepas pantai, yang digunakan untuk survey dan rektifikasi pipa gas bawah laut dan kelas inspeksi (inspection-class) dan yang kelas kerja atau (work-class). ROV kelas inspeksi ini kecil dan agak ringan, biasanya digunakan untuk survey dan pekerjaan test karat (catodhic protection) konstruksi platform dan bangunan air lepas pantai.
Sistem ROV pada umumnya bekerja di atas wahana apung seperti kapal, barge, atau rig. Bila sistem ROV dipasang diatas kapal, maka posisi ROV di bawah laut akan mengacu pada titik referensi di kapal. Untuk keperluan survei, kapal biasanya menggunakan DGPS (Differential Global Positioning System) sebagai penentuan posisi utamanya. Sedangkan untuk posisi di bawah laut, sistem ROV dilengkapi dengan alat penentuan posisi bawah laut menggunakan gelombang suara (Acoustic Underwater Positioning). Salah satu metode ini adalah Ultra Short BaseLine (USBL), yang akan mengukur jarak, kedalaman, dan azimut ROV terhadap transduser USBL yang dipasang di kapal.
Posisi ROV dan data navigasi lainnya, dalam sistem koordinat tertentu akan didapat dan melalui perangkat lunak navigasi tertentu, akan dikirimkan secara real time ke ruang kontrol ROV.
Sistem ROV disamping menggunakan teknologi mutakhir, juga didukung oleh sumber daya manusia yang profesional di bidangnya. Dukungan peralatan suku cadang dan training bagi para operatornya selalu dilakukan secara periodik.


Aplikasi ROV

Dalam perkembangannya kini, pemakaian ROV banyak digunakan baik untuk kepentingan kalangan militer, bisnis atau komersial, maupun akademis dan riset. Sekarang berbagai pasar sedang menemukan kebutuhan untuk ROV seperti ilmu kelautan, pemancingan, teknik sipil, keamanan, pendeteksian kandungan mineral dan lain sebagainya.
Kini, ROV menjadi multiguna. Antara lain untuk tujuan dokumentasi den eksplorasi dasar laut, penanggulangan, penyelidikan, pencarian dan pertolongan (SAR), pengeboran tambang, penggalian/penguburan bentangan kabel dan lain sebagainya.

Bidang Pertambangan, Minyak dan Gas Lepas Pantai

Di bidang pertambangan, perminyakan dan gas lepas pantai, baik di dalam maupun luar negeri, penggunaan ROV sudah tidak asing lagi. Mulai dari perencanaan, pemasangan atau konstruksi sampai dengan perawatan fasilitas bawah laut tidak lepas dari peran ROV.
Demikian juga untuk keperluan pertambangan, jasa ROV pernah digunakan oleh salah satu perusahaan tambang emas di Sumbawa pada tahun 1999-2000 dalam rangka pemasangan dan monitoring tailing line (pembuangan limbah) di palung laut selat Alas, Nusa Tenggara Barat.
Aplikasi lainnya adalah untuk keperluan survey dan perbaikan bawah laut. Pada kegiatan survey dan perbaikan pipa dibawah laut, yaitu survey posisi dan pemetaan dasar laut untuk melihat keamanan pipa dan jaringannya. Bila pipa dan jaringannya dibiarkan begitu saja maka akan timbul kerugian yang besar apalagi kalau pipa itu pecah dan meledak, maka pasokan gas akan terputus. Oleh karena itu seringkali kegiatan survey ini selalu bersamaan dengan perbaikan pipa atau dikenal dengan rektifikasi pipa.


Ini merupakan proyek atau pekerjaan oceanografi yang besar dan mahal disamping membutuhkan peralatan ROV, manusia yang berkeahlian dan kapal survey. Kapal surveynya sendiri juga mempunyai peralatan dynamic position (DP) yaitu semacam baling-baling atau thruster. Hal ini diperlukan, karena kapal tidak boleh buang jangkar ditengah laut pada saat survey sehingga tidak mengganggu pipa-pipa yang akan disurvey dan direktifikasi.
Pipa gas dan jaringannya terhampar begitu saja dibawah laut, kondisi topografi bawah laut itu seperti halnya didarat, turun naik, berbukit-bukit tingginya bervariasi antara 0 sampai 60 meter. Kondisi inilah yang menyebabkan pipa gas itu bebas atau yang sering disebut dengan istilah freespan, artinya pipa itu tidak didukung oleh penyangga diantara dua buah bukit. Freespan bisa panjang-panjang, kalau freespan-nya panjang maka perlu adanya penyangga biasanya digunakan karung-karung yang dicor semen. Karung-karung tersebut dengan nama grout bag. Pekerjaan itu semuanya ditangani oleh ROV. Ada juga istilah touch down untuk ujung-ujung pipa yang menempel atau menyentuh bukit diantara free span.
ROV tidak saja melakukan pekerjaan tersebut diatas, tetapi alat ini digunakan untuk memutar valve atau stop kran yang menghubungkan jaringan pipa dengan platform atau anjungan. Ada banyak ball-valve (BV) yang diputar dan ditutup atau dikenal dengan istilah exercise.
ROV seolah mata dan tangan kita, seolah-olah kita menyelam didasar laut. Kita seakan-akan menyelam dan bekerja dibawah laut. Pekerjaan ini mengasyikan, tetapi kalau datang arus kuat didasar laut dan juga di permukaan laut, hal itulah yang “kurang” mengasyikan. Kapal akan goyang, terkadang peralatan seperti laptop, digital camera dan alat penunjang lainnya terlempar dari meja kerja kita. Inilah tantangan bekerja di laut. Para oceanographer selalu membuat prediksi-prediksi harian tentang gelombang, cuaca, arah angin, tinggi gelombang laut, wave, petir, hujan dan lain sebagainya yang dapat diperoleh informasinya dari platform dan stasiun terdekat, serta Radar di kapal survey. Bila kita amati di radar kapal survey, maka akan termonitor kapal-kapal disekitar kita, dan pergerakan awan dan hujan disekitar kita dengan radius yang cukup besar. Tentu saja radar dapat mendeteksi kecepatan awan dan hujan berikut arahnya.

Awak kapal (vessel-crew) oceanographer, surveyor (geodesy) dan teknisi selalu melakukan latihan keselamatan kerja yang kita sebut sebagai safety drill. Safety drill adalah sangat penting, mengingat kita bekerja dilaut lepas yang rawan kecelakaan kerja.
Kegiatan survey dan rektifikasi pipa gas dan jaringannya yang menghubungkan antara platform atau anjungan yang berada di lepas pantai perairan barat Natuna atau dikenal dengan west Natuna Sea ini memerlukankan waktu sekitar 6 bulan, yang diselingi dengan pengambilan bahan-bahan seperti semen, batu kerikil dan makanan dari Batam. Sedangkan kapal survey berangkat dari Singapura. Inilah ironisnya, kapal-kapal survey itu selalu berlabuh di Singapura, tidak mau di Batam, karena alasan birokrasi di Indonesia yang terlalu rumit (njelimet dan bikin bingung), juga terlalu banyak pungutan liar atau setengah liar. Padahal dari sisi teknis pelabuhan di Batam sudah memadai untuk digunakan sebagai pelabuhan kapal-kapal survey.
Teknologi tepat guna bawah laut adalah dengan menebar atau menghampar kerikil didasar laut yang lembek atau dikenal dengan soft sea bad. Pada tanah yang lembek itu biasanya grout bag ambles dan posisinya menjadi tidak tegak, bahkan cenderung miring akibat adanya kekuatan arus bawah laut. Problem ini acapkali terjadi di periran Natuna Barat bagian utara. Hal ini berbeda dengan di bagian selatan yang dekat Batam dan Singapura yang sea bad nya cukup stabil. Mengapa hal ini terjadi? Ini yang masih harus dijawab oleh para oceanographer.
Banyak hal yang ditemukan pada saat survey seperti halnya fish-net yaitu jaring-jaring ikan yang menyangkut di pipa gas, marine grout (tumbuhan laut) yang menempel di pipa. ROV takut terhadap fish net ini, karena bisa merusak thruster atau baling-baling penggerak ROV. Kalau nyangkut ROV akan mati dan harus ditarik keatas. Ini sangat berat, karena ROV work class yang digunakan beratnya lebih dari 1 ton, tetapi bisa dikerek dengan alat katrol yang dilengkapi dengan mesin pengkerek ROV.

Beberapa aplikasi lain teknologi ROV di dunia pengeboran minyak dan gas lepas pantai adalah antara lain sebagai berikut:

1. Menyertai para penyelam, untuk meyakinkan bahwa para penyelam dalam keadaan aman dan siap memberi bantuan.

2. Inspeksi atau pemeriksaan anjungan atau kilang minyak, dari mulai pemeriksaan visual sampai menggunakan alat tertentu untuk memonitor efek dari korosi, kesalahan konstruksi, mencari lokasi keretakan, estimasi biologi untuk pencemaran.

3. Inspeksi Jalur pipa, mengikuti jalur pipa bawah laut untuk mengecek adanya kebocoran, menentukan perkiraan umur pipa dan meyakinkan bila instalasi pipa dalam kondisi baik.

4. Survei, baik visual maupun survei menggunakan gelombang suara, diperlukan sebelum pemasangan pipa, kabel, dan fasilitas bawah laut lainnya.

5. Pendukung pengeboran dan konstruksi, dari inspeksi visual, memonitor pelaksanaan pengeboran dan konstruksi, sampai melakukan perbaikan-perbaikan jika diperlukan.

6. Memindahkan benda-benda berbahaya di dasar laut, terutama di sekitar fasilitas bangunan seperti kilang minyak. ROV terbukti lebih bisa menekan biaya untuk menjaga daerah tersebut tetap aman dan bersih.

7. Pada pekerjaan pemotongan bawah air (underwater thermal cutting).

8. Menutup Kebocoran Sumur Minyak Bawah Laut.

Bidang Telekomunikasi

Pemanfaatan ROV dalam bidang telekomunikasi adalah guna mendukung pekerjaan pemasangan kabel telekomunikasi bawah laut, selain memonitor, juga menjaga agar pemasangan kabel sesuai dengan prosedur sehingga terlindung dari gangguan nelayan (kapal trawler) dan kemungkinan kapal membuang jangkar.

Bidang Riset
Sebagaimana disebutkan diawal pendahuluan di atas, salah satunya menginvestigasi perubahan-perubahan yang terjadi di dasar laut pasca gempa dan tsunami. Selain itu adalah guna mendukung dalam pemetaan lokasi berbagai harta karun terpendam di perairan laut dalam Indonesia, keanekaragaman hayati, termasuk bebarapa species ikan langka yang disinyalir berada di perairan Indonesia dan "Deep Ocean Water" (perairan laut-dalam).
Melalui survei dan studi dengan menggunakan alat ROV tidak berhenti sebatas pengetahuan, melainkan kearah industri seperti pengembangan air dalam kemasan dengan menggunakan bahan baku air laut-dalam. Di Jepang misalnya untuk air kemasan seperti itu sudah dikembangkan.
Air mineral itu dapat dikembangkan sebagai sumber air yang sehat dan lebih baik kualitasnya daripada air mineral dari sumber air di daratan. Bahkan saat ini, seorang insinyur Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya asli Nganjuk Jawa Timur telah menemukan bahan bakar untuk kendaraan bermotor dari air laut dalam yang dinamakannya blue energy.
Uji coba kendaraan berbahan bakar tersebut telah dilakukan mulai dari Jakarta menuju Nusa Dua, Bali, tempat digelarnya United Nation Framework Conference on Climate Change (UNFCCC) 2007 dengan tanpa ada masalah. Selain hemat dan mampu meningkatkan performa kendaraan, keunggulan bahan bakar tersebut adalah rendahnya emisi karbon yang dihasilkan. Ini sesuai dengan pesan UNFCCC yang digelar 3-14 Desember 2007. Untuk memakai blue energy, mesin tidak perlu dimodifikasi. Bahkan, ada yang sebelumnya menggunakan solar dan di tengah jalan langsung diganti 100 persen dengan blue energy, dan hasilnya mobilnya malah semakin tidak ada getaran. Penelitian teknologi blue energy ini telah mulai ditelitinya sejak 2001.
Untuk mendapatkan air laut dalam tersebut dengan menggunakan robot ROV, karena pada sampel air laut yang sudah diambil dalam tiga posisi--kedalaman kurang dari 150 meter, 300 meter, dan lebih dari 350 meter--terlihat adanya potensi pengembangan air mineral.
Selain mencari potensi laut dalam, robot ROV juga bisa digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya coelacanth, ikan purba laut dalam yang hidup 400 juta tahun yang lalu. Jenis ikan ini dianggap sebagai fossil hidup, karena diketahui hidup sejak 400 juta tahun lalu, jauh sebelum masa dinosaurus, dan dianggap telah punah sekitar 80 juta tahun lalu. Para peneliti percaya bahwa anatomi ikan ini tidak banyak berubah sejak zaman purba itu.
Temuan pertama akan ikan purba coelacanth ini terjadi di tahun 1938 di pantai Afrika Selatan, sekitar Muara Chalumna, yang kemudian segera menggemparkan dunia. Di Indonesia, ikan coelacanth ini pertama diamati di pasar ikan Manado oleh Mark Erdmann di tahun 1997. Tahun 1998 baru ditemukan satu spesimen dari lokasi yang sama yang kini disimpan di Museum Zoologi LIPI di Cibinong, Ikan ini menjadi objek penelitian para ilmuwan dari berbagai negara, dan disepakati bahwa jenis ikan yang dijumpai di Manado ini berbeda dari yang ada di Comoro, dan diberi nama Latimeria menadoensis, Jenis ikan ini telah dilindungi undang-undang. Pada 1999, salah satu jenis coelacanth telah ditemukan di Sulawesi Utara dan diberi nama Latimeria menadoensis. Pada Mei 2007 seekor ikan purba coelacanth yang oleh penduduk setempat disebut “ikan raja laut” kembali tertangkap secara tak sengaja oleh nelayan di perairan dekat Manado.
Pada tahun 1999 peneliti Jerman dari Max Planck Institute berhasil merekam dengan video ikan-ikan purba ini di lingkungannya di dalam gua-gua laut-dalam dengan menggunakan kapal selam mini (submersible). Peneliti Jepang dari Aquamarine Fukushima menyusul kemudian di tahun 2006 dengan membawa ROV berhasil membuat rekaman video ikan-ikan ini dari kedalaman sekitar 150 meter.
Bahkan telah diisiapkan sebuah rencana besar bagi program konservasi Coelacanth dengan menyiapkan sebuah akuarium mobile yang bisa ditenggelamkan pada kedalaman tertentu, dimana alat ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teknologi ROV.
National Geographic dalam ekspedisinya pada tahun 2005, di kawasan perairan Laut Banda dan sekitarnya di Kepulauan Maluku juga dengan dukungan penuh dari teknologi ROV, yang saait itu sudah mulai populer dipakai untuk melakukan pekerjaan di bawah laut. Dalam ekspedisi ini ROV akan membuat transek bawah air, menjadi stasiun apung, mengumpulkan sampel, dan menyertai anggota tim untuk mengumpulkan ikan dan invertebrata bawah air, di kawasan yang belum pernah dieksplorasi. Selain itu juga melakukan survey vertikal kolom air laut, palung laut di kawasan perairan tersebut dan mengumpulkan data distribusi biota laut, keanekaragaman hayati, dan kondisi lingkungan invertebrata di perairan berkedalaman sedang dan dalam, termasuk juga data karakterisitik habitat dan ekosistemnya.

Di belahan dunia lain, saat ini di laut dalam Antartika sebuah robot robot dengan remote kontrol (ROV) dari Inggris akan diuji coba di sana, hingga pada kedalaman 6,5 kilometer ke bawah laut. Dan tugas pertamanya adalah menemani para peneliti laut dalam untuk urusan ilmiah dan melihat dasar laut dalam di Antartika.
Dari analisis yang mereka punyai kini, dasar laut yang ada di Antartika sekarang merupakan sedimen, yang berasal dari pesisir Margarita. Pesisir tersebut sendiri merupakan daratan es masif yang diperkirakan telah ada semenjak 20.000 tahun lalu.
Selain mencari awal dari sedimen glasial, penelitian lain juga dilakukan dalam ekspedisi tersebut. Salah satunya merupakan penelitian mengenai mahluk laut dalam dan untuk mempelajari bagaimana hewan laut tersebut beradaptasi dengan hawa dingin lautan dan tumbuh makin ke dalam laut. Dengan ROV tersebut, diyakini bisa melihat bagaimana itu semua bisa terjadi. Selain juga mencari bukti mengapa satu mahluk dapat hidup makin ke dalam laut, sementara yang lainnya tidak.
Dalam lautan Antartika kini terdapat mahluk laut seperti cumi-cumi raksasa, ikan berlampu, ubur-ubur, dan kehidupan dalam laut lain yang pernah ada di muka bumi.

Operasi SAR
Saat ini, teknologi ini telah diaplikasikan pada Kapal Riset Baruna Jaya IV milik BPPT. Teknologi survei kelautan yang dimilik kapal ini menggunakan dengan peralatan-peralatan utama: Color (Dome) Sonar, Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar, dan Remotely Operated Vehicle (ROV).
Color (Dome) Sonar mampu melakukan penjejakan ke segala arah (omni directional) terhadap obyek-obyek di bawah permukaan laut pada jarak optimal hingga 2.000 meter. Multibeam System mampu melakukan penjejakan dan pemetaan 3 (tiga) dimensi secara terinci terhadap dasar laut dan oyek-obyek di laut. Side Scan Sonar dapat menjejak obyek ke arah samping hingga jarak optimal sejauh 400 meter ke arah kiri dan kanan. ROV adalah kamera yang dapat memantau obyek hingga kedalaman 100 meter di bawah muka laut.
K/R Baruna Jaya IV pernah melakukan operasi SAR di perairan Laut Jawa di lokasi tenggelamnya KM Senopati Nusantara dan ke lokasi kemungkinan Adam Air KI 574 jatuh. Teknologi ROV dalam aplikasinya ternyata telah menghasilkan efisiensim kinerja bila dibandingkan jika secara konvensional, bahkan yang teknologi konvensional tidak mampu melakukannya. Dengan ROV, banyak sekali penemuan-penemuan besar terjadi. Diantaranya adalah riset air mineral laut dalam (Deep Ocean Water), sebagai bahan dasar obat-obatan dan sekaligus juga bisa dikembangkan untuk energi kendaraan bermotor.


Daftar Pustaka

Marine Technology Society ROV Committee's "Operational Guidelines for ROVs" (1984).

The National Research Council Committee's dalam "Undersea Vehicles and National Needs" (1996).